Dari Turin ke Bernabeu: Perjalanan Tajam Sang Bek Muda
Dean Huijsen kini menjadi nama besar di panggung sepak bola dunia.
Bek muda asal Spanyol itu tampil luar biasa bersama Real Madrid.
Namun, di balik sinarnya saat ini, tersimpan kisah yang ironis.
Juventus justru melepasnya dengan harga murah kurang dari setahun lalu.
Padahal, Huijsen sempat menjadi permata akademi mereka sendiri.
Ironisnya, Juventus melepasnya ke Bournemouth hanya seharga 16 juta pounds.
Setelah itu, Bournemouth melepas Huijsen ke Real Madrid dengan harga mahal.
Transfer itu tercapai hanya dalam waktu beberapa bulan.
Madrid membayar hingga 50 juta pounds untuk memboyong sang bek.
Perjalanan ini memicu pertanyaan besar dari para fans dan pakar.
Mengapa Juventus menjual pemain berbakat ini terlalu cepat?
Fakta ini pun semakin menyakitkan karena Huijsen tampil luar biasa.
Awalnya Diabaikan, Kini Jadi Pilar Los Blancos
Sebelum bersinar di Bernabeu, Huijsen lebih dulu berjuang di Italia.
Ia bergabung dengan Juventus U-17 pada tahun 2021.
Sebelumnya, Huijsen mengasah kemampuan di akademi Malaga, Spanyol.
Nama Dean mulai dikenal saat tampil konsisten untuk tim muda Juve.
Sayangnya, ia tak kunjung mendapat tempat di tim utama.
Padahal, pelatih seperti Jose Mourinho sempat memuji permainannya.
Saat dipinjamkan ke AS Roma, performanya begitu meyakinkan.
Namun, Juventus tetap tidak memberinya kesempatan utama.
Setelah kembali ke Turin, Huijsen justru masuk daftar jual.
Keputusan itu terjadi saat Juventus sedang butuh dana segar.
Akhirnya, Huijsen dilepas ke Bournemouth demi menyeimbangkan keuangan.
Keputusan itu dianggap tergesa dan mengorbankan masa depan klub.
Kritik Mengalir, Juventus Dianggap Buang Berlian
Tak lama setelah Huijsen bersinar, banyak suara kecewa bermunculan.
Jurnalis Gianluca Oddenino menyebut keputusan Juventus tidak masuk akal.
Ia menilai manajemen bertindak terlalu terburu-buru dan tanpa arah.
Kritik juga datang dari internal klub yang menyesali keputusan itu.
Banyak yang yakin Huijsen bisa jadi sosok penting musim ini.
Namun, semua terlambat setelah Real Madrid berhasil merekrutnya.
Kini, Huijsen menjadi starter utama untuk Madrid di laga besar.
Ia bahkan ikut tampil saat melawan Juventus di Piala Dunia Antarklub.
Pertandingan itu menjadi ajang pembuktian pribadi bagi Huijsen.
Penampilan gemilangnya langsung mencuri perhatian dunia.
Publik pun semakin yakin bahwa Juventus telah salah langkah.
Lebih tragis lagi, Juventus sendiri kesulitan di lini belakang.
Juventus Terpuruk, Huijsen Terbang Tinggi
Sejak awal musim, Juventus mengalami krisis pertahanan yang nyata.
Banyak pemain absen dan penurunan performa semakin terasa.
Kondisi ini berkontribusi pada pemecatan Thiago Motta di Maret 2025.
Padahal, pelatih asal Italia itu datang dengan harapan besar.
Namun, ia tak bisa berbuat banyak tanpa sosok andalan seperti Huijsen.
Sementara itu, Huijsen justru berkembang pesat di bawah Xabi Alonso.
Ia tampil konsisten, tangguh, dan mampu membaca permainan dengan matang.
Tak hanya itu, ia juga menerima panggilan dari tim nasional Spanyol.
Kemajuan kariernya sangat cepat dan stabil dalam beberapa bulan terakhir.
Kondisi ini jelas membuat Juventus semakin gigit jari.
Bek yang mereka buang kini menjadi bintang internasional.
Dan semua itu terjadi karena keputusan menjualnya terlalu cepat.
Tanpa Dendam, Huijsen Fokus pada Masa Depan
Meski sempat diabaikan, Huijsen tidak menyimpan rasa dendam.
Ia bahkan mengucapkan terima kasih kepada Juventus secara terbuka.
“Saya belajar banyak di sana,” ucapnya dengan tenang.
Pernyataannya menunjukkan kedewasaan dan karakter luar biasa.
Huijsen memilih untuk menatap masa depan daripada menyesali masa lalu.
Bersama Real Madrid, ia ingin meraih lebih banyak gelar dan kehormatan.
Madrid sendiri melihatnya sebagai investasi jangka panjang.
Ia disebut-sebut sebagai suksesor Sergio Ramos yang baru.
Dengan usianya yang masih sangat muda, potensinya masih besar.
Kini, setiap penampilan Huijsen menjadi sorotan media dan pengamat.
Ia tampil percaya diri dan mampu mengendalikan lini belakang Madrid.
Juventus, tentu saja, hanya bisa menonton dari kejauhan.
Baca Juga: Ronaldo Incar Piala Dunia Terakhir: Akhiri dengan Tangis?