Gol Lee Kang-in Diblur, Korea Utara Bikin Heboh Dunia
Gol Penentu Kemenangan PSG Hilang dari Layar Televisi
Piala Dunia Antarklub 2025 menyuguhkan banyak drama menarik. Namun, tak ada yang lebih mencengangkan dibandingkan sensor ekstrem dari Korea Utara. Saat PSG menghancurkan Atletico Madrid 4-0, satu gol dicoret total dari layar siaran ulang mereka.
Lee Kang-in mencetak gol keempat lewat titik penalti di menit ke-97. Gol ini disambut meriah oleh suporter Korea Selatan dan para pendukung PSG. Namun, di Korea Utara, publik tidak melihat apa pun tentang sang pencetak gol.
Korean Central Television (KCTV) menyamarkan wajah Lee secara penuh. Nomor punggungnya pun diblur. Narator siaran tidak menyebut nama sang pemain sama sekali. Tayangan hanya menyoroti bola yang meluncur ke gawang tanpa konteks jelas.
Sensor Ekstrem, Bukti Pengendalian Total Informasi
Fenomena ini bukan kejadian pertama dari Pyongyang. Mereka terkenal memiliki kontrol super ketat atas informasi yang dikonsumsi rakyatnya. Apapun yang berkaitan dengan Korea Selatan langsung disaring habis.
Lee Kang-in adalah warga Korea Selatan yang kini membela klub raksasa PSG. Meski mencetak gol penting, namanya sengaja dihapus dari sejarah versi siaran Korea Utara. Bahkan kontribusinya tidak pernah disebutkan dalam laporan pertandingan versi lokal.
Sebelumnya, hal serupa pernah terjadi. Bendera Korea Selatan pernah dihapus dalam siaran Piala Dunia 2022. Tayangan pertandingan U-17 juga menyebut tim lawan sebagai “skuad boneka.” Semua ini menunjukkan betapa tertutupnya sistem media di sana.
Tujuan Sensor: Menjaga Narasi Politik Rezim Tetap Solid
Kebijakan ini punya tujuan jelas. Pemerintah Korea Utara ingin menjaga narasi nasional tetap utuh. Mereka tidak ingin rakyat mengetahui pencapaian individu dari Korea Selatan.
Dalam konteks ini, sensor terhadap Lee Kang-in sangat logis dari kacamata rezim. Meski tidak masuk akal secara global, langkah ini mendukung propaganda yang telah lama dibangun.
Rezim Korea Utara tidak mau menampilkan sosok Korea Selatan yang sukses. Apalagi jika orang itu populer dan berpengaruh secara internasional. Itulah mengapa Lee Kang-in menjadi korban sensor total dalam siaran publik mereka.
Prestasi Lee Tak Terbendung, Dunia Tetap Beri Apresiasi
Meskipun disensor di negara tetangganya, prestasi Lee Kang-in tetap mendapat sorotan luas. Media internasional memuji ketenangannya saat mengeksekusi penalti. Gol ini menutup kemenangan sempurna PSG atas Atletico Madrid.
Bagi Lee, ini adalah gol pertamanya dalam ajang Piala Dunia Antarklub. Keberhasilan ini memperkuat posisinya di tim utama PSG. Ia telah berkembang menjadi salah satu bintang muda paling menjanjikan di Eropa.
Para pendukung PSG pun tak henti menyanyikan pujian. Bahkan pelatih tim mengaku bangga melihat keberanian dan kedewasaan Lee. Pemain muda asal Korea Selatan ini tak hanya punya teknik bagus, tapi juga mental juara.
Dunia Kecam Sensor, Netizen Heboh di Media Sosial
Tidak butuh waktu lama hingga kabar sensor ini menyebar luas. Netizen dari berbagai belahan dunia bereaksi keras. Banyak yang menyebut tindakan Korea Utara sebagai “ketinggalan zaman.” Dunia digital tak bisa disembunyikan dengan sensor seperti itu.
Di X (dulu Twitter), kata kunci “Lee Kang-in” langsung trending. Banyak yang membandingkan siaran internasional dengan versi Korea Utara. Potongan video yang menunjukkan wajah disamarkan jadi bahan perbincangan hangat.
Tak hanya penggemar bola, para pengamat politik juga ikut angkat suara. Mereka menilai langkah ini bagian dari pola propaganda lama yang sudah tidak relevan dengan era informasi terbuka.
Meski begitu, publik Korea Utara tidak memiliki akses untuk membandingkan fakta. Inilah alasan mengapa sensor seperti ini masih berlangsung sampai hari ini.
Kontrol Informasi Korea Utara Sudah Terjadi Sejak Lama
Korea Utara bukan pemain baru dalam hal manipulasi siaran. Pada tahun 2010, media mereka menyebut Portugal sebagai juara Piala Dunia. Padahal kenyataannya, Spanyol yang menjadi pemenangnya.
Narasi itu dibentuk agar kekalahan Korea Utara dari Portugal terlihat “terhormat.” Mereka seolah kalah dari juara dunia. Ini menunjukkan bagaimana informasi dibentuk bukan untuk kebenaran, melainkan kepentingan politik.
Kini, kejadian serupa terulang lagi. Lee Kang-in yang seharusnya menjadi pahlawan pertandingan, justru dihapus total. Siaran Pyongyang mencoba menyampaikan kemenangan PSG tanpa menyebut pemain penting dari Korea Selatan.
Langkah ini membuktikan betapa sistem informasi di sana dikendalikan secara total. Sensor terhadap konten asing, khususnya dari Korea Selatan, menjadi bagian dari strategi besar isolasi ideologi.
Masa Depan Lee Bersinar, Terlepas dari Cengkeraman Sensor
Meskipun mengalami sensor ekstrem, Lee Kang-in tidak kehilangan semangat. Ia tetap tampil luar biasa dan terus menunjukkan kemajuan signifikan di panggung dunia.
Bagi publik global, talenta Lee tidak bisa dibungkam hanya dengan blur digital. Dunia menyaksikan, dunia mengapresiasi. Kemenangan PSG dan gol Lee tetap tercatat dalam sejarah turnamen.
Sensor mungkin menutupi layar di satu negara. Namun, tidak bisa menghapus fakta dari dunia. Lee Kang-in terus melangkah maju, membuktikan bahwa prestasi akan selalu lebih kuat daripada propaganda.
Baca juga: Juventus Lumat Wydad, Tudor Puji Mental Baja Pemain