Setelah Pertarungan yang Melelahkan
Suasana Stadion Basra berubah haru sesaat setelah peluit panjang berbunyi. Timnas Indonesia resmi tersingkir dari Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Para pemain Garuda tertunduk lesu, sementara para pemain Irak bersorak merayakan kemenangan 2-0 yang memastikan langkah mereka ke fase berikutnya.
Namun di tengah euforia itu, terjadi satu momen yang menyentuh hati. Gelandang Irak Ali Jasim berjalan mendekati Thom Haye, yang menangis di tengah lapangan.
Ali Jasim kemudian memeluknya dengan hangat, memberikan kata-kata penghiburan, dan menepuk pundaknya pelan.
Momen itu terekam jelas oleh kamera televisi, lalu menyebar cepat di media sosial. Ribuan warganet dari Indonesia dan Irak memuji tindakan mulia sang gelandang muda.
Tangisan Thom Haye
Thom Haye tidak bisa menahan air matanya begitu pertandingan berakhir.
Gelandang naturalisasi asal Belanda itu berlutut di tengah lapangan, menutup wajahnya dengan tangan, dan menangis tersedu-sedu.
Air matanya menggambarkan rasa kecewa yang dalam. Ia merasa gagal membawa Indonesia melangkah lebih jauh di kualifikasi.
Haye tampil luar biasa sepanjang pertandingan, menjadi pengatur ritme dan motor serangan Garuda. Namun, hasil akhir tetap tidak berpihak kepada mereka.
Beberapa rekan setim, seperti Marc Klok dan Marselino Ferdinan, mencoba menenangkan Haye. Mereka memeluknya sambil berkata, “Kita sudah berjuang.”
Namun, tangis Haye tetap pecah. Ia terlihat memukul rumput sambil berteriak pelan, “Saya ingin menang untuk Indonesia.”
Tindakan Mengejutkan dari Ali Jasim
Ketika semua orang fokus pada selebrasi Irak, Ali Jasim melihat Haye dari kejauhan.
Ali, yang baru berusia 23 tahun, berjalan pelan melewati rekan-rekannya dan langsung menghampiri sang gelandang Indonesia.
Tanpa banyak bicara, ia menunduk, meraih tangan Haye, lalu menariknya untuk berdiri.
Ia menepuk bahu Haye, menatap matanya, dan mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa Arab dengan lembut.
Menurut laporan media Irak, Ali berkata, “Kamu pemain hebat, jangan sedih. Kamu dan timmu sudah berjuang dengan luar biasa.”
Haye yang masih menahan tangis tersenyum kecil dan membalas pelukan Ali.
Pemandangan itu mengubah atmosfer lapangan. Penonton yang semula berteriak merayakan kemenangan mendadak ikut terdiam dan bertepuk tangan.
Apresiasi dari Pemain Lain
Setelah momen itu, beberapa pemain Irak lainnya juga mendekat.
Kapten Irak menepuk pundak Haye, sementara beberapa pemain Indonesia menghampiri untuk berjabat tangan dengan lawan mereka.
Patrick Kluivert yang berdiri di pinggir lapangan menyaksikan adegan itu dengan mata berkaca-kaca.
Ia kemudian menghampiri Ali Jasim dan menyalaminya. “Terima kasih,” kata Kluivert singkat sambil menepuk dada sang pemain muda.
Kamera menyorot momen itu dengan jelas. Di tengah panasnya rivalitas di lapangan, kedua tim menunjukkan rasa saling hormat yang tulus.
Media Irak dan Dunia Menyorot
Keesokan harinya, media Irak menulis artikel dengan judul, “Ali Jasim, Simbol Sportivitas di Tengah Kemenangan.”
Beberapa media Eropa juga mengangkat momen tersebut sebagai contoh fair play yang langka di sepak bola modern.
Sementara itu, portal berita Indonesia menampilkan foto Ali dan Haye sedang berpelukan di tengah lapangan.
Komentar publik pun banjir pujian. “Sepak bola seharusnya seperti ini,” tulis seorang netizen. “Menang boleh, tapi tetap menghargai lawan.”
Tagar #RespectAliJasim dan #ThankYouIraq menjadi trending di media sosial.
Banyak suporter Indonesia mengaku terharu melihat tindakan penuh empati itu.
Kisah di Balik Sosok Ali Jasim
Ali Jasim bukan sosok sembarangan di Irak.
Ia dikenal sebagai pemain muda dengan sikap rendah hati dan karakter tenang di lapangan.
Meski masih berusia muda, ia sudah mencatatkan lebih dari 20 caps untuk tim nasional Irak.
Dalam wawancara pascalaga, Ali mengaku spontan melakukan hal itu.
“Saya melihat dia menangis, dan saya tahu perasaannya,” ujarnya. “Kami juga pernah kalah dengan cara yang sama. Jadi saya ingin menenangkannya.”
Ia menambahkan bahwa dirinya menghormati semangat juang tim Indonesia. “Mereka bermain bagus, penuh semangat, dan pantas mendapat rasa hormat,” katanya.
Reaksi Thom Haye
Beberapa jam setelah pertandingan, Thom Haye mengunggah foto pelukan itu di akun Instagram-nya.
Ia menulis caption singkat, “Sepak bola tidak hanya tentang menang atau kalah, tapi tentang saling menghargai.”
Postingan itu langsung dibanjiri komentar dari pemain Irak dan Indonesia.
Ali Jasim sendiri membalas dengan emoji tangan berjabat, diikuti komentar: “Kamu luar biasa, saudaraku.”
Ribuan fans menuliskan pesan dukungan untuk keduanya.
Momen sederhana itu berhasil menghapus batas rivalitas dan memperkuat nilai persahabatan di dunia sepak bola.
Patrick Kluivert Beri Pujian
Pelatih Indonesia, Patrick Kluivert, juga memuji tindakan Ali Jasim dalam konferensi pers.
“Ali menunjukkan apa arti sejati sportivitas,” katanya. “Sepak bola bukan perang, tetapi tentang rasa hormat.”
Kluivert menilai momen itu sebagai pelajaran berharga bagi semua pemain muda.
“Ketika kamu kalah, kamu belajar. Ketika kamu menang, kamu tetap harus rendah hati,” ujarnya.
Ia juga memuji semangat Thom Haye yang tetap profesional meski hatinya hancur. “Dia menangis karena cinta kepada Indonesia,” kata Kluivert. “Dan cinta seperti itu sangat langka.”
Suporter Ikut Terharu
Para suporter Indonesia yang hadir di stadion ikut terharu menyaksikan momen itu.
Beberapa dari mereka berdiri dan memberikan tepuk tangan panjang ketika Ali memeluk Haye.
Salah satu penonton asal Surabaya, Riko Setiawan, mengaku tidak bisa menahan air mata.
“Saya kecewa karena kalah, tapi hati saya hangat melihat mereka saling menghormati,” katanya kepada media.
Suporter Irak pun ikut bertepuk tangan, tanda bahwa rasa hormat tidak mengenal warna bendera.
Makna di Balik Pelukan
Pelukan antara Ali Jasim dan Thom Haye bukan sekadar gestur spontan.
Momen itu menjadi simbol persaudaraan di tengah kompetisi sengit.
Sepak bola kembali membuktikan bahwa sportivitas jauh lebih berharga daripada hasil akhir.
Tindakan Ali mengingatkan dunia bahwa empati masih hidup di tengah kerasnya permainan.
Ia memilih kemanusiaan di atas kemenangan, dan itulah yang membuat momen itu begitu abadi.
Kesimpulan: Kekalahan yang Mengajarkan Nilai
Indonesia memang gagal ke Piala Dunia 2026, tetapi pertandingan itu meninggalkan warisan moral yang indah.
Ali Jasim dan Thom Haye menunjukkan bahwa sepak bola sejatinya tentang rasa hormat, bukan sekadar angka di papan skor.
Patrick Kluivert, meski kecewa, bisa tersenyum melihat momen itu.
“Di tengah kesedihan, saya masih bisa bangga,” katanya. “Sepak bola hari ini memberi kita pelajaran tentang kemanusiaan.”
Di lapangan Basra malam itu, Indonesia kalah skor, tetapi menang dalam nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan.
Pelukan itu akan selalu dikenang sebagai simbol perdamaian dan persahabatan antara dua bangsa.
Baca Juga: Kluivert Pukul Bangku, Thom Haye Menangis Histeris